Kota Jogja Disebut Kota Istimewa
Banyak Pabrik Kretek
Berdasarkan data yang detikJateng himpun dari laman resmi Pemkab Kudus, terdapat 35 perusahaan kretek skala besar dan menengah di wilayah ini. Berikut daftar nama perusahaannya:
KOMPAS.com - Kota Saranjana kembali menjadi buah bibir di media sosial usai viralnya video yang merekam penampakan awan menyerupai gedung-gedung perkotaan.
Video tersebut diunggah pertama kali oleh akun Instagram @laluferdian, pada Rabu (24/1/2023).
Kemudian, pengunggah kembali mengunggah video serupa di akun TikTok @professorgila, Kamis (24/1/2023).
Tampak dalam video yang direkam menggunakan drone, gugusan awan di kejauhan menyerupai gedung-gedung atau bangunan sebuah kota.
"Kata temen saya drone saya nggak sengaja merekam kota ghoib saranjana," narasi dalam video.
"Itu awan atau kota saranjana gais, rekaman footage drone sore ini," tulis pengunggah dalam akun Instagram.
Video awan yang disebut Kota Saranjana ini pun menyebar ke berbagai media sosial lain. Di TikTok misalnya, akun ini dan ini membagikan video serupa dan telah ditonton hingga jutaan kali.
Sementara di media sosial Twitter, video diunggah oleh akun ini, pada Selasa (31/1/2023).
Lantas, benarkah Kota Saranjana benar-benar ada?
Baca juga: Menelusuri Kota Gaib Saranjana, Lokasi, Penamaan, hingga Sejarahnya
Saat dikonfirmasi, Lalu Ferdian selaku pemilik video mengatakan, penampakan yang terekam drone hanyalah awan biasa dan tidak ada hubungannya dengan Kota Saranjana.
"Itu hanya jejeran awan saja yang mirip sekali dengan jejeran siluet gedung bertingkat," kata dia kepada Kompas.com, Sabtu (4/2/2023).
Bukan di Kalimantan Selatan seperti rumor lokasi Saranjana berada, Lalu menjelaskan bahwa video tersebut diambil di salah satu kampung di Kecamatan Ngaglik, Kabupaten Sleman.
"Di kampung saya, di Kecamatan Ngaglik, Sleman, Yogyakarta," tuturnya.
Sekilas Galeri Pasar Kotagede YIA
Buat sobat yang sedang berada di ruang tunggu penumpang di dalam Bandara YIA maka sobat akan menjumpai sebuah tulisan besar Pasar Kotagede. Didalamnya terdapat Galeri UKM DIY dan Angkringan Malioboro yang menyuguhkan aneka macam produk dari UKM DIY. Konsep eksterior dan interiornya bernuansa khas Jogja, perpaduan antara Benteng Kraton dan suasana Malioboro dan Kraton.
Ketika masuk ke dalam Pasar Kotagede kita disambut oleh among tamu dengan pakaian jawa yang sangat apik, keramah tamahan dan senyumnya akan sulit di lupakan, ditambah alunan gamelan dan angkringan, bisa membuat kita ingin berlama-lama disana. Di galeri tersebut juga menghadirkan ribuan produk UMKM yang ditata layaknya etalase mall modern, aneka produk ditata secara apik dan menarik sehingga sulit untuk tidak membeli dalam jumlah banyak.
Pasar Kotagede di Bandara YIA ini tidak hanya menjadi tempat bertemunya para konsumen, tetapi juga ada konsep untuk pelestarian budaya. Konsepnya selain Galeri yang menampilkan produk kebudayaan, seperti Gamelan, Wayang dan alunan musik Jawa, juga dengan mengintegrasikan nilai-nilai budaya dalam bentuk pelayanan kepada pembeli, penataan eksterior dan interior, serta pengenalan budaya melalui literasi digital yang di tampilkan di media display, dan media cetak yang disediakan.
Untuk konsep penataan produk Galeri Pasar Kotagede pengelompokannya dijajar sesuai jenisnya, bukan asal daerahnya. Ketika berkeliling di galeri dengan luas sekitar 1.200 meter persegi ini akan dijumpai barang-barang yang dijual antara lain aneka minuman tradisional, makanan oleh-oleh, aneka pernak-pernik, kaos, pakaian batik dan masih banyak lagi. Gimana sobat !! segera kunjungi PKG YIA ya !!
Kudus merupakan salah satu kabupaten di Jawa Tengah yang punya julukan 'Kota Kretek'. Bahkan, kabupaten ini memiliki sebuah monumen besar berbentuk daun tembakau di perbatasan Kudus-Demak.
Apa arti kretek sebenarnya? Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kretek atau keretek merupakan rokok yang tembakaunya dicampur serbuk cacahan cengkih. Lantas mengapa Kudus mendapatkan julukan sebagai Kota Kretek?
Setidaknya terdapat 5 alasan kuat yang membuat Kabupaten Kudus mendapatkan julukan tersebut. Mari simak informasi yang detikJateng dapatkan dari laman Pemkab Kudus, Bea Cukai, dan Visit Jateng.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bapak Kretek Indonesia Berasal dari Kudus
Sejarah perkembangan kretek di Indonesia tidak luput dari peran Nitisemito, Bapak Kretek Indonesia. Nitisemito, seorang buta huruf, merintis kesuksesannya dari kegagalan di berbagai bidang.
Lahir pada 1863, dia mulai sebagai kusir dokar dan penjual tembakau. Setelah menikahi Nasilah, pembuat rokok kretek, pasangan ini mengembangkan usaha tersebut menjadi industri besar dengan merek Bal Tiga di Kudus.
Meski buta huruf, Nitisemito terbukti jenius dalam bisnis kretek. Ia berhasil menerapkan manajemen modern dan pemasaran yang inovatif. Kesuksesannya membuatnya dikenal sebagai pengusaha pribumi sukses, bahkan Presiden Soekarno sering berkonsultasi dengannya pada masa perjuangan kemerdekaan.
Saranjana tak tercatat secara administrasi
Kepala Biro Administrasi Pimpinan Sekretariat Daerah Provinsi Kalimantan Selatan, Berkatullah, menegaskan, Kota Saranjana tidak tercatat sebagai kabupaten maupun kota di Provinsi Kalimantan Selatan.
"Tidak tercatat secara administrasi," ujar Berkatullah, saat dihubungi Kompas.com, Sabtu.
Kendati demikian, Berkatullah menambahkan, rumor mengatakan bahwa Kota Saranjana berada di Kabupaten Kotabaru, Kalimantan Selatan.
Terpisah, Dosen Pendidikan Sejarah Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lambung Mangkurat, Mansyur, S.Pd., M.Hum, turut menjelaskan hal senada.
"Tidak tercatat secara administratif. Kalau lokasinya sekarang di Desa Oka-Oka, Kecamatan Pulau Laut Kepulauan, Kabupaten Kotabaru, Provinsi Kalimantan Selatan," ujarnya kepada Kompas.com, Sabtu.
Menurut Mansyur, lokasi Saranjana disebutkan berada di sebuah bukit kecil di Desa Oka-Oka. Bukit tersebut tampak indah karena berbatasan langsung dengan laut, tetapi dianggap angker oleh penduduk sekitar.
Baca juga: Ramai soal Bola Api Terbang Disebut Banaspati, Apa Itu?
Perekonomian Kudus Ditopang Industri Kretek
Banyaknya perusahaan sigaret kretek di Kudus menggerakkan roda perekonomian di wilayah ini. Ribuan tenaga kerja terserap oleh puluhan pabrik tersebut. Artinya, banyak masyarakat yang hidup dengan mengandalkan penghasilan dari industri kretek.
Di samping itu, industri kretek juga membayarkan pajak serta retribusi kepada pemerintah Kabupaten Kudus. Dana inilah yang menjadi pendapatan asli daerah bagi Kudus.
Berdasarkan 5 alasan di atas, tidak heran jika Kudus mendapatkan julukan sebagai Kota Kretek. Semoga informasi ini bermanfaat, detikers!
Porta Art Project, kelompok seni peraih Hibah Seni PSBK asal Yogyakarta akan menampilkan karya terbarunya yang berjudul Kutu/Kota pada presentasi Jagongan Wagen edisi Juni 2020. Melalui ‘Kutu/Kota’, Porta Art Project mempertanyakan keberadaan ‘diam’ atau ‘hening’ sebagai ruang refleksi warga kota di tengah kondisi kota yang serba cepat dan pesat.
Padepokan Seni Bagong Kussudiardja (PSBK) kembali mempersembahkan Jagongan Wagen (JW) edisi keempat tahun ini dalam format alih wahana digital. Proses fasilitasi ruang kreatif keproduksian alih media dan sajian karya telah terlaksana sejak awal bulan Juni di kompleks art center PSBK yang telah disertai protokol kesehatan penyelenggaraan kegiatan. PSBK bekerja sama dengan mitra Bakti Budaya Djarum Foundation dan Indonesia Kaya sebagai co-host dalam menampilkan premiere karya baru ini di portal YouTube IndonesiaKaya yang dapat diakses pada Sabtu, 27 Juni 2020 mulai pukul 19:30 WIB. Sebagai panduan, registrasi penonton dibuka di www.PSBK.or.id hingga hari H penayangan. Penayangan Jagongan Wagen juga disertai dengan adanya Closed Caption bagi audiens dengan difabilitas.
Porta Art Project menyajikan pertunjukan bebunyian yang dipadu dengan gerak sebagai interpretasinya. Kutu/Kota diramu dari susunan musik tekno dan konvensional, serta sentuhan visual multimedia yang mengilustrasikan kota Jogja. “Kami berharap karya ini mampu menciptakan ruang bersama dalam melihat sebuah hubungan masing-masing atas kondisi sosial politiknya. Membuka kemungkinan atas aktifitas apa saja yang dapat terjadi dalam pertemuan-pertemuan biasa di jalanan.” ungkap Azaro Verdo, sutradara pertunjukan Kutu/Kota.
Seniman yang tergabung dalam Porta Art Project dalam presentasi karya Kutu/Kota diantaranya, Azaro Verdo (sutradara) asal Lampung, Agam Satya (kolaborator artistik) asal Jawa Barat, Regina Gandes Mutiary (penampil) asal Jakarta, Yoga Usmad (penampil) asal Jawa Tengah, Zulkifly Syam (penampil) asal Sulawesi Selatan, Wildan Iltizam Bilhaq (penampil) asal Banten, dan Annu Cutter (penampil) asal Jerman.
Tentang Porta Art Project
Porta Art Project adalah sebuah kelompok yang diinisiasi bersama oleh seniman-seniman muda untuk menanggapi fenomena perubahan yang terjadi dalam masyarakat. Fenomena tersebut diolah menjadi bentuk dalam lintas medium, seni pertunjukan. Berdiri pada Februari 2018, dengan semangat kolektif dan ingin jujur dalam menyampaikan setiap penemuan, Porta Art Project secara tidak langsung belajar untuk berada dalam jalur lokal yang berdialog dengan budaya-budaya dalam maupun luar.
Sekilas tentang Padepokan Seni Bagong Kussudiardja (PSBK)
Melanjutkan spirit maestro seni Indonesia Bagong Kussudiardja, PSBK mewujudkan diri sebagai art center dengan misi mendukung pengembangan kreatif seniman dan masyarakat umum untuk terus terhubung pada nilai-nilai seni dan budaya, keberlanjutannya, dan penciptaan nilai-nilai budaya melalui seni. PSBK hadir sebagai laboratorium kreatif, tempat berkumpul, ruang presentasi karya seniman dari berbagai disiplin. PSBK menghadirkan karya seniman-seniman muda, memfasilitasi riset-riset artistik dan pengembangan profesional, dan merancang program-program untuk meningkatkan community engagement dan pengembangan jaringan melalui kesenian.
Sekilas tentang BAKTI BUDAYA DJARUM FOUNDATION
Sebagai salah satu produsen rokok terbesar di Indonesia yang berasal dari Kudus, Jawa Tengah, Indonesia, PT Djarum memiliki komitmen untuk menjadi perusahaan yang turut berperan serta dalam memajukan bangsa dengan cara meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan mempertahankan kelestarian sumber daya alam Indonesia.
Berangkat dari komitmen tersebut, PT Djarum telah melakukan berbagai program dan pemberdayaan sebagai bentuk tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) di masyarakat dan lingkungan selama kurun waktu 60 tahun. Pelaksanaan CSR ini dilaksanakan oleh Djarum Foundation yang didirikan sejak 30 April 1986, dengan misi untuk memajukan Indonesia menjadi negara digdaya yang seutuhnya melalui 5 bakti, antara lain Bakti Sosial, Bakti Olahraga, Bakti Lingkungan, Bakti Pendidikan, dan Bakti Budaya. Semua program dari Djarum Foundation adalah bentuk konsistensi Bakti Pada Negeri, demi terwujudnya kualitas hidup Indonesia di masa depan yang lebih baik dan bermartabat.
Dalam hal Bakti Budaya Djarum Foundation, sejak tahun 1992 konsisten menjaga kelestarian dan kekayaan budaya dengan melakukan pemberdayaan, dan mendukung insan budaya di lebih dari 3.500 kegiatan budaya. Beberapa tahun terakhir ini, Bakti Budaya Djarum Foundation melakukan inovasi melalui media digital, memberikan informasi mengenai kekayaan dan keragaman budaya Indonesia melalui sebuah situs interaktif yang dapat diakses oleh masyarakat luas melalui ww.indonesiakaya.com Kemudian membangun dan meluncurkan “Galeri Indonesia Kaya” di Grand Indonesia, Jakarta pada 10 Oktober 2013. Ini adalah ruang publik pertama dan satu-satunya di Indonesia yang memadukan konsep edukasi dan multimedia digital untuk memperkenalkan kebudayaan Indonesia agar seluruh masyarakat bisa lebih mudah memperoleh akses mendapatkan informasi dan referensi mengenai kebudayaan Indonesia dengan cara yang menyenangkan dan tanpa dipungut biaya.
Bakti Budaya Djarum Foundation bekerja sama dengan Pemerintah Kota Semarang mempersembahkan “Taman Indonesia Kaya” di Semarang sebagai ruang publik yang didedikasikan untuk masyarakat dan dunia seni pertunjukan yang diresmikan pada 10 Oktober 2018, bertepatan dengan ulang tahun Galeri Indonesia Kaya ke-5. Taman Indonesia Kaya merupakan taman dengan panggung seni pertunjukan terbuka pertama di Jawa Tengah yang memberikan warna baru bagi Kota Semarang dan dapat menjadi rumah bagi para seniman Jawa Tengah yang bisa digunakan untuk berbagai macam kegiatan dan pertunjukan seni budaya secara gratis.
Bakti Budaya Djarum Foundation juga melakukan pemberdayaan masyarakat dan rutin memberikan pelatihan membatik kepada para ibu dan remaja sejak 2011. Hal ini dilatarbelakangi kelangkaan dan penurunan produksi Batik Kudus akibat banyaknya para pembatik yang beralih profesi. Untuk itu, Bakti Budaya Djarum Foundation melakukan pembinaan dalam rangka peningkatan keterampilan dan keahlian membatik kepada masyarakat Kudus agar tetap hadir sebagai warisan bangsa Indonesia dan mampu mengikuti perkembangan jaman tanpa menghilangkan ciri khasnya. Lebih lanjut informasi mengenai Bakti Budaya Djarum Foundation dapat mengakses www.djarumfoundation.org, www.indonesiakaya.com.
Kota Jepara di Jawa Tengah. (Instagram @visitjepara)
MENGULIK alasan mengapa Jepara disebut Kota Ukir. Kabupaten Jepara yang terletak di ujung utara Jawa Tengah memiliki keindahan alam luar biasa. Masyarakat Jepara sangat kreatif. Mereka jago dalam membuat seni ukir kayu.
Hasil atau karya ukir kayu masyarakat Jepara bukan hanya dikenal di Indonesia, tapi juga sampai mancanegara.
Mengutip dari laman Indonesia.go.id, keahlian ukir masyarakat Jepara rupanya telah melegenda sejak zaman Raja Brawijaya dari Kerajaan Majapahit yang diceritakan secara turun temurun.
Saking kuatnya legenda tersebut, membuat masyarakatnya yakin jika kota ini terkenal akan ukirannya dan para pengukirnya begitu mahir membuat karya seni tiga dimensi ini.
Konon seorang pelukis dan pengukir yang handal bernama Prabangkara, dipanggil oleh Raja Brawijaya untuk melukis istrinya dalam keadaan tanpa busana sebagai wujud cinta sang raja. Sebagai pelukis, ia pun menuruti perintah sang Raja melalui imajinasinya tanpa boleh melihat permaisuri dalam keadaan tanpa busana.
Sebagai ahli, Prabangkara melakukan tugasnya dengan sempurna hingga kotoran seekor cicak jatuh mengenai lukisan itu sehingga lukisan permaisuri mempunyai tahi lalat.
Raja yang mulanya sangat puas menjadi marah dan menuduhnya melihat permaisuri tanpa busana karena lokasi tahi lalatnya persis dengan kenyataannya.
Prabangkara pun dihukum dengan diikat di layang-layang, diterbangkan, dan jatuh di Belakang Gunung yang kini bernama Mulyoharjo. Ia kemudian mengajarkan ilmu ukir kepada warga Jepara dan kemahiran ukir tersebut bertahan hingga sekarang.
Ukiran Jepara sejatinya telah ada sejak zaman pemerintahan Ratu Kalinyamat pada 1549. Anak perempuan Ratu yang bernama Retno Kencono memiliki peranan yang besar bagi perkembangan seni ukir.
Kala itu, kesenian ukir berkembang dengan sangat pesat ditambah dengan adanya seorang menteri bernama Sungging Badar Duwung yang berasal dari Champa dan sangat ahli dalam seni ukir. Sementara untuk wilayah Belakang Gunung diceritakan terdapat sekelompok pengukir yang bertugas untuk melayani kebutuhan ukir keluarga kerajaan.
Kelompok ini diketahui memiliki perkembangan yang begitu pesat hingga menyebar ke desa-desa tetangga. Namun, sepeninggal Ratu Kalinyamat, perkembangan mereka terhenti dan baru berkembang kemudian di era Kartini, pahlawan wanita yang lahir di Jepara.
Peranan Raden Ajeng Kartini dalam pengembangan seni ukir juga terbilang sangat besar. Ia melihat kehidupan para pengrajin ukir yang tak beranjak dari kemiskinan membuatnya terusik.
Kartini pun memanggil beberapa pengrajin dari daerah Belakang Gunung untuk bersama-sama membuat ukiran seperti peti jahitan, meja kecil, figura, tempat perhiasan, dan barang cinderamata lainnya.
Hasil karya itu dijual oleh Raden Ajeng Kartini ke Semarang dan Batavia (sekarang Jakarta), sehingga diketahui kualitas karya seni ukir dari Jepara ini.
Tak sekedar di kawasan itu, Raden Ajeng Kartini juga mulai memperkenalkan karya seni ukir Jepara ke luar negeri dengan memberikan berbagai cinderamata kepada teman-temannya di luar negeri.
Itulah alasan mengapa Jepara disebut sebagai Kota Ukir.
Asal usul nama Saranjana
Lokasi Tanjung Saranjana di Pulau Laut yang diyakini merupakan lokasi Kota Saranjana. Saranjana menjadi ramai diperbincangan karena foto penampakan Kota Saranjana yang viral di media sosial.
Selain fakta dari sumber Hindia Belanda, Mansyur menyebutkan, masih terdapat sumber lain terkait Kota Saranjana.
"Sumber yang tentunya jangan sampai ditinggalkan. Untuk membuat mitos menjadi nyata, harus dimulai dari kemitosannya," tutur dia.
Pertama, ditilik dari sudut pandang bahasa, nama Saranjana, Sarangjana, atau Serandjana dalam tulisan naturalis Belanda memiliki kesamaan dengan Sarangtiung.
Wilayah Saranjana ada di selatan Pulau Laut, sementara daerah Sarangtiung berada di utara Pulau Laut.
"Apakah unsur kesamaan ini menunjukkan hubungan? perlu pendalaman. Hal yang pasti, menunjukkan tempat berupa 'sarang'," kata Mansyur.
Namun, dia berpendapat bahwa pembuktian unsur kesejarahan dalam konteks ini hanya sampai di sini.
Sebab, belum ada sumber yang menunjukkan adanya hubungan kedua wilayah ini. Artinya, pendapat ini hanya pencocokan atau cocoklogi yang belum bisa mencapai taraf hipotesis.
Baca juga: Hidup di Kapal Yacht Selama 5 Tahun, Ika Permatasari-Olsen: Tak Ada Rencana Menetap Lagi di Darat
Kedua, lanjut Mansyur, apabila dibandingkan dengan kosakata India, maka "Saranjana" berarti tanah yang diberikan.
Kendati demikian, pendapat ini juga masih dalam tahap cocoklogi. Apalagi, belum pernah ditemukan peninggalan "wujud budaya" hasil Indianisasi di Pulau Laut.
Penelusuran ketiga, bersumber dari lisan warga lokal dalam publikasi "Myths in Legend of Halimun Island Kingdom in Kotabaru Regency" oleh Normasunah.
"Normasunah berpendapat sesuai mitos. Gunung Saranjana merupakan jelmaan dari tokoh Sambu Ranjana dalam Legenda Kerajaan Pulau Halimun," papar Mansyur.
Dalam mitos itu, Raja Pakurindang mengatakan:
"Sambu Batung, engkau dan Putri Perak tinggallah di utara pulau ini. Teruskan rencanamu membuka diri dan membaur di alam nyata. Dan engkau Sambu Ranjana tinggallah di selatan, lanjutkan niatmu menutup diri. Aku merestui jalan hidup yang kalian tempuh. Namun ingat, meskipun hidup di alam berbeda, kalian harus tetap rukun. Selalu bantu-membantu dan saling mengingatkan."
"Kesimpulannya, nama Sambu Ranjana inilah yang kemudian mengalami 'evolusi' pelafalan menjadi 'Saranjana' dalam lidah orang lokal," ungkap dia.
Baca juga: Kisah Nuri dan Haris, Mereka yang Berhasil Melewati Badai Bernama Kanker
Sekilas Sejarah Wayang Kulit
Wayang Kulit Gagrag Jogja atau Wayang Kulit Gaya Yogyakarta merupakan wayang kulit yang secara morfologi memiliki ciri bangun, pola tatahan, dan sunggingan (pewarnaan) yang khas. Selain itu dalam pertunjukan Wayang Kulit Gagrag Jogja juga memiliki unsur-unsur khas yaitu, lakon wayang ( penyajian alur kisah dan maknanya), catur ( narasi dan percakapan) , karawitan ( gendhing, sulukan dan properti panggung ).
Tokoh Wayang Khas Yogyakarta
Dalang Pewayangan Gagrag Yogyakarta
Nah itu dia sekilas penjelasan mengenai Wayang Kulit Gagrag Jogja. Gak ketinggalan juga Galeri Pasar Kotagede YIA turut serta dalam melestarikan budaya ini dengan menampilkan Wayang sebagai produk kebudayaan di galeri ini !! Penasaran kan ?? Yukk kita kepoin !!
Saranjana tercatat pada peta zaman Hindia Belanda
Peta Salomon Muller, 1845
Mansyur selaku Ketua Lembaga Kajian Sejarah, Sosial, dan Budaya Kalimantan ini mengatakan, keberadaan Saranjana dalam perspektif sejarah adalah fakta.
Hal tersebut ditunjukkan oleh Salomon Muller, seorang naturalis berkebangsaan Jerman dalam peta bertajuk "Kaart van de Kust-en Binnenlanden van Banjermasing behoorende tot de Reize in het zuidelijke gedelte van Borneo" atau peta wilayah pesisir dan pedalaman Borneo.
Peta pada 1845 silam ini mengambarkan, ada wilayah yang tertulis sebagai Tandjong (hoek) Serandjana.
Tandjong ini terletak di sebelah selatan Pulau Laut, tepatnya berbatasan dengan wilayah Poeloe Kroempoetan dan Poeloe Kidjang.
Terkait kapasitas sebagai pembuat peta, Mansyur pun menuturkan bahwa Salomon Muller telah mendapatkan pelatihan dari Museum Leiden.
Muller kala itu juga tengah melakukan perjalanan penelitian tentang dunia binatang dan tumbuhan di kepulauan Indonesia.
"Belum bisa dipastikan apakah Salomon Muller pernah berkunjung ke Tandjong (hoek) Serandjana sebelum memetakannya," jelas Mansyur.
Baca juga: Misteri Satu Hari Aneh di Kanada, Jejak Napas Membeku Lama di Udara dan Telinga Mendengar Suara Sejauh 6 Km
Selain itu, Muller pun tak pernah menyinggung kota ini dalam beberapa artikel yang diterbitkan Verhandelingen van het Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen.
Peta yang memuat Tandjong (hoek) Serandjana tersebut, termuat dalam "Reizen en onderzoekingen in den Indischen Archipel", seri pertama yang diterbitkan Staatsbibliothek zu Berlin.
"Peta ini dibuat 18 tahun sebelum Salomon Muller meninggal dunia pada tahun 1863," kata Mansyur.
Di sisi lain, profesor geografi dan etnologi Belanda, Pieter Johannes Veth, turut membagikan informasi seputar Serandjana.
Informasi tersebut tertuang dalam kamus Aardrijkskundig en statistisch woordenboek van Nederlandsch Indie: bewerkt naar de jongste en beste berigten, halaman 252, terbitan Amsterdam oleh P.N. van Kampen pada 1869.
Veth menuliskan, "Sarandjana, kaap aan de Zuid-Oostzijde van Poeloe Laut, welk eiland aan Borneo's Zuid-Oost punt is gelegen."
Kalimat tersebut memiliki arti kurang lebih, "Sarandjana, tanjung di sisi selatan Poeloe Laut, yang merupakan pulau yang terletak di bagian tenggara Kalimantan."
Baca juga: Video Viral Jembatan Suramadu 2008 Dikaitkan Dunia Lain, Ini Kata Perekamnya
Satu-satunya Museum Kretek Berada di Kudus
Belakangan ini, Museum Kretek Kudus sedang menjadi perbincangan netizen karena menjadi lokasi syuting serial Gadis Kretek.
Faktanya, Museum Kretek ini adalah satu-satunya di Indonesia, Lur. Pada tahun 1986, Museum Kretek diresmikan di atas lahan seluas 2,5 hektare, berkat inisiatif dari Soepardjo Rustam, Gubernur Jawa Tengah.
Ide ini muncul saat Soepardjo mengunjungi Kudus dan menyadari potensi besar industri kretek dalam menggerakkan perekonomian lokal. Museum ini menggambarkan kisah sejarah kretek melalui 1.195 koleksi, termasuk jejak perusahaan kretek seperti Pabrik Rokok Bal Tiga yang didirikan oleh Nitisemito.
Koleksinya mencakup dokumen perusahaan dari masa lampau, alat-alat tradisional dan modern pembuatan rokok, diorama mengenai jenis-jenis tembakau cengkih, serta proses pembuatan rokok di pabrik.
Museum Kretek menjadi penyimpan memori berharga seputar industri kretek, memberikan wawasan mendalam tentang perkembangan dan kontribusi industri ini terhadap kesejahteraan masyarakat di kota Kudus.